Menu

Dark Mode
Dua Pelaku Pelecehan Seksual Anak Disabilitas di Jakarta Timur Ditangkap Polisi

Opini

Pandangan Andi Inamul Hasan, Ketua Umum PB IKAMI Sulsel terhadap Revisi UU TNI: Ancaman bagi Demokrasi dan Reformasi Militer

Perbesar

Screenshot

Karya Indonesia – Sebagai Ketua Umum PB IKAMI Sulsel, saya Andi Inamul Hasan memandang bahwa rencana revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) adalah langkah mundur yang mengancam demokrasi, supremasi sipil, serta reformasi militer yang telah diperjuangkan sejak 1998. Sebagai organisasi kepemudaan yang aktif dalam advokasi kebijakan publik, kami menilai bahwa revisi ini harus dikritisi secara serius karena dampaknya yang luas bagi masa depan demokrasi dan tata kelola negara.

1. Mengancam Supremasi Sipil dan Menghidupkan Kembali Dwifungsi TNI

Salah satu poin utama dalam revisi ini adalah diizinkannya prajurit aktif TNI untuk menduduki jabatan sipil di berbagai kementerian dan lembaga negara. Ini membuka pintu bagi kembalinya praktik dwifungsi TNI yang menjadi ciri khas rezim Orde Baru. Dalam konteks demokrasi modern, supremasi sipil adalah prinsip fundamental yang memastikan bahwa militer tunduk pada otoritas sipil yang dipilih melalui mekanisme demokratis.

Jika tentara kembali diperbolehkan masuk ke jabatan sipil strategis, hal ini tidak hanya melemahkan profesionalisme TNI sebagai institusi pertahanan, tetapi juga berpotensi menyuburkan budaya impunitas. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa ketika militer memiliki ruang dalam pemerintahan sipil, transparansi dan akuntabilitas sering kali terabaikan.

2. Perpanjangan Usia Pensiun: Merusak Regenerasi dan Profesionalisme TNI

Usulan perpanjangan usia pensiun prajurit TNI menjadi 60 tahun untuk perwira dan 58 tahun untuk bintara serta tamtama menimbulkan tantangan besar bagi regenerasi internal TNI. Kebijakan ini dapat menciptakan stagnasi dalam promosi dan distribusi jabatan, mengakibatkan ketimpangan dalam struktur kepemimpinan.

Dari perspektif manajemen organisasi, sistem yang sehat harus memberikan ruang bagi kaderisasi dan dinamika kepemimpinan. Dengan memperpanjang usia pensiun tanpa perencanaan yang matang, ada risiko terjadinya ketidakpuasan internal di kalangan perwira muda yang merasa terhambat dalam pengembangan karier mereka. Hal ini pada akhirnya dapat mengganggu stabilitas internal TNI sebagai institusi pertahanan.

3. Militerisasi Birokrasi: Ancaman terhadap Sistem Meritokrasi

Revisi UU TNI juga beriringan dengan revisi UU Aparatur Sipil Negara (ASN), yang memungkinkan prajurit TNI dan Polri untuk mengisi jabatan ASN. Ini adalah langkah yang dapat merusak prinsip meritokrasi dalam birokrasi sipil.

Seharusnya, birokrasi sipil diisi oleh individu yang berkompetensi sesuai bidangnya melalui proses seleksi yang transparan. Jika prajurit TNI dapat dengan mudah masuk ke jabatan sipil tanpa melalui mekanisme seleksi yang sama seperti ASN lainnya, maka hal ini akan menciptakan ketidakadilan dan menurunkan standar profesionalisme dalam birokrasi.

Selain itu, perluasan peran militer dalam ranah sipil dapat menciptakan ketidakjelasan peran antara aktor pertahanan dan aktor pemerintahan. Ini bertentangan dengan semangat reformasi yang mengarah pada pemisahan tegas antara fungsi pertahanan dan administrasi sipil.

4. Netralitas TNI di Ujung Tanduk

Salah satu dampak paling berbahaya dari revisi ini adalah potensi terkikisnya netralitas TNI dalam politik. Meskipun TNI secara formal masih tidak memiliki hak pilih, keterlibatan aktif mereka dalam jabatan sipil dapat membuka ruang bagi intervensi politik secara tidak langsung.

Netralitas TNI adalah pilar utama dalam demokrasi, terutama dalam menjaga stabilitas politik dan kepercayaan publik. Jika institusi militer mulai terlibat dalam pemerintahan secara lebih luas, dikhawatirkan akan muncul kepentingan politik tertentu yang dapat membahayakan independensi TNI itu sendiri.

Revisi yang Harus Ditolak dan Dikaji Ulang

Sebagai organisasi kepemudaan yang menjunjung tinggi nilai demokrasi dan supremasi sipil, PB IKAMI Sulsel menolak revisi UU TNI yang saat ini tengah dibahas di DPR RI. Revisi ini lebih mencerminkan kepentingan politik jangka pendek ketimbang upaya memperkuat institusi pertahanan yang profesional dan modern.

Kami mendesak agar revisi ini ditunda dan dikaji ulang dengan melibatkan masyarakat sipil, akademisi, serta pakar kebijakan publik secara lebih luas. Reformasi yang telah diperjuangkan sejak 1998 harus tetap dijaga, bukan justru dikhianati dengan kebijakan yang mengarah pada kemunduran demokrasi.

Indonesia harus tetap berpegang pada prinsip negara hukum yang demokratis, di mana supremasi sipil tetap menjadi pedoman utama dalam mengelola pemerintahan dan institusi negara. Jika revisi ini tetap dipaksakan, maka kita berisiko menghadapi kembalinya militerisme dalam kehidupan sipil, sesuatu yang seharusnya sudah menjadi bagian dari sejarah, bukan masa depan bangsa ini.

Facebook Comments Box

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Refleksi Kongres IV PP TIDAR: Menanti Yel-Yel “Prabowo Dua Periode” Kembali Bergema

23 May 2025 - 14:12 WIB

Darmawangsa Mampawa: Program MBG Perkuat Ketahanan Pangan dan Pencegahan Stunting Menuju Indonesia Emas 2045

23 May 2025 - 13:59 WIB

Dinanti Langkah Ninja Dr. Amran Sulaiman dalam Mereposisi dan Menavigasi KKSS

10 May 2025 - 11:19 WIB

Yang Bener Aja! Approval Rating Prabowo Tertinggi di Dunia? Ini Faktanya!

28 April 2025 - 15:21 WIB

PB Ikami Sulsel Soroti BPP KKSS Gagal Orbitkan Tokoh dan Terkesan Organisasi Elitis

25 March 2025 - 18:05 WIB

Trending on Opini