Menu

Dark Mode
Dua Pelaku Pelecehan Seksual Anak Disabilitas di Jakarta Timur Ditangkap Polisi

Nasional

Andi Widjajanto Sebut Revisi UU TNI Legalisasi Jabatan Sipil bagi Perwira Aktif Sejak Era Jokowi

Perbesar

Andi Widjajanto Sebut Revisi UU TNI Legalisasi Jabatan Sipil bagi Perwira Aktif Sejak Era Jokowi

Karya Indonesia – Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) periode 2022-2023, Andi Widjajanto , menyampaikan pandangannya terkait Revisi Undang-Undang (UU) TNI yang saat ini menjadi sorotan publik.

Menurut Andi, revisi tersebut pada dasarnya bertujuan untuk melegalkan praktik penempatan perwira TNI aktif di berbagai jabatan sipil yang telah berlangsung selama 10 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) . Praktik ini sebelumnya tidak sesuai dengan ketentuan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI , namun kini dimaksudkan untuk dilegalkan melalui RUU TNI yang baru.

“Revisi yang teknokratik ini, menurut saya, juga merupakan legalisasi dari penempatan perwira aktif yang sudah berjalan selama masa Pak Jokowi, selama 10 tahun,” kata Andi dalam tayangan Satu Meja The Forum di Kompas TV, Rabu (19/3/2025) malam.

Contoh Jabatan Sipil yang Telah Ditempati Perwira TNI Aktif
Andi memberikan beberapa contoh jabatan sipil yang sebelumnya tidak diatur dalam UU TNI 2004 , namun telah diisi oleh militer aktif sejak era pemerintahan Jokowi. Salah satu contohnya adalah jabatan di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) .

“Dalam Pasal 47 yang asli, tidak ada kata bencana, nah sekarang dimunculkan, BNPB,” ujar Andi. “Di Pasal 47 asli juga tidak ada kata siber, yang ada adalah kata sandi, sekarang dimunculkan kata siber menjadi pertahanan siber,” lanjutnya.

Selain itu, Andi menyoroti bahwa masih banyak jabatan sipil lainnya yang telah diisi oleh perwira TNI aktif namun belum memiliki payung hukum yang jelas. Revisi UU TNI kali ini dinilai sebagai upaya untuk memberikan legitimasi hukum atas praktik tersebut.

Perdebatan Paradigma: Peran Militer dalam Tugas Sipil
Meskipun revisi UU TNI bertujuan untuk melegalkan penempatan perwira aktif di jabatan sipil, Andi menekankan bahwa hal ini akan memunculkan perdebatan serius terkait paradigma peran militer dalam membantu tugas-tugas sipil.

Ia mencontohkan bahwa meskipun TNI dapat berperan dalam penanganan bencana atau pengamanan perbatasan, tidak serta-merta harus ada perwira aktif yang menempati jabatan organisasi sipil.

“Nah nanti perdebatan paradigmanya adalah, apakah TNI berperan untuk perbatasan? Berperan. Apakah TNI berperan untuk bencana? Berperan. Tapi apakah harus ada TNI aktif dalam organisasi itu? Nah itu belum tentu,” tutur Andi, yang juga merupakan penasihat senior Laboratorium Indonesia 2045 (Lab 45).

Pernyataan ini menunjukkan adanya kekhawatiran bahwa legalisasi penempatan perwira aktif di jabatan sipil dapat mengaburkan batas antara peran militer dan sipil, yang berpotensi mengancam prinsip supremasi sipil dalam sistem demokrasi.

Proses Pembahasan RUU TNI yang Cepat dan Menuai Protes
RUU TNI rencananya akan disahkan menjadi undang-undang pada Kamis (20/3/2025) di DPR, meskipun menuai protes dari berbagai pihak.

Proses pembahasan yang dilakukan secara cepat, bahkan cenderung tertutup, memicu kritik dari masyarakat sipil, akademisi, dan organisasi advokasi. Beberapa pihak menilai bahwa pembahasan RUU ini kurang melibatkan partisipasi publik dan transparansi.

Revisi UU TNI ini mencakup beberapa poin utama, termasuk:

Penambahan Usia Masa Dinas Keprajuritan :
Untuk bintara dan tamtama, usia pensiun dinaikkan menjadi 58 tahun .
Untuk perwira, usia pensiun dinaikkan menjadi 60 tahun .
Bagi perwira yang menduduki jabatan fungsional tertentu, masa dinas dapat diperpanjang hingga 65 tahun .

Pengembangan Penempatan Prajurit Aktif di Kementerian/Lembaga :
Revisi ini juga memperluas peluang penempatan prajurit aktif di berbagai kementerian dan lembaga, seperti BNPB , lembaga siber , dan lainnya.

Beberapa pihak menilai bahwa revisi ini bukan hanya sekadar penyesuaian teknis, tetapi juga merupakan upaya untuk memperkuat dominasi militer dalam struktur pemerintahan, yang berpotensi melemahkan supremasi sipil.

Kritik Publik Terhadap RUU TNI
Sebagian besar kritik terhadap RUU TNI berfokus pada risiko pengaburan batas antara militer dan sipil, serta potensi pelemahan demokrasi.

Koalisi masyarakat sipil, termasuk organisasi hak asasi manusia dan kelompok reformasi sektor keamanan, menilai bahwa revisi ini dapat menghidupkan kembali praktik dwifungsi ABRI era Orde Baru, di mana militer memiliki peran ganda dalam politik dan ekonomi.

Para kritikus juga menyoroti bahwa penempatan perwira aktif di jabatan sipil dapat mengganggu profesionalisme dan independensi TNI.

Selain itu, perpanjangan masa dinas keprajuritan dinilai dapat memperburuk masalah penumpukan perwira non-job, yang pada akhirnya berujung pada mobilisasi mereka ke lembaga negara atau BUMN.

Tantangan ke Depan: Menjaga Supremasi Sipil
Andi Widjajanto menegaskan bahwa tantangan ke depan adalah memastikan bahwa revisi UU TNI tidak melemahkan prinsip supremasi sipil. Ia menekankan pentingnya dialog antara pemerintah, DPR, dan masyarakat sipil untuk memastikan bahwa peran TNI tetap dalam koridor konstitusi dan prinsip negara hukum.

“Kita harus memastikan bahwa revisi ini tidak hanya melegalkan praktik yang sudah berjalan, tetapi juga menjaga agar TNI tetap profesional dan independen, tanpa mengganggu tatanan demokrasi,” katanya.

Facebook Comments Box

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Read More

Presiden Prabowo Hadiri “Townhall Meeting Danantara bersama BUMN” di JCC

28 April 2025 - 11:39 WIB

Roy Suryo Tidak Gentar Hadapi Laporan Terkait Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi

25 April 2025 - 12:54 WIB

Presiden Prabowo Luncurkan Program Gerakan Indonesia Menanam di Banyuasin

23 April 2025 - 13:33 WIB

Kejaksaan Agung Bongkar Bukti Invoice Pemesanan Berita Negatif untuk Menyerang Penyidik Jampidsus

22 April 2025 - 19:38 WIB

Ahmad Muzani Sebut Rencana Evakuasi Warga Palestina Bagian Persiapan Kemerdekaan

17 April 2025 - 16:24 WIB

Trending on Nasional