Karya Indonesia – Tiga sekutu tradisional Israel , Inggris , Kanada , dan Prancis mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam keras operasi militer terbaru Israel di Gaza dan memberikan ultimatum untuk menghentikan serangan tersebut serta mencabut pembatasan bantuan kemanusiaan.
Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, ketiga negara itu mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap pemerintahan Benjamin Netanyahu .
Langkah ini menandai tekanan internasional paling kuat dari sekutu Barat terhadap Israel sejak konflik memanas. Ketiga negara tersebut selama ini dikenal sebagai pendukung hak Israel untuk membela diri, namun mereka kini menyatakan bahwa eskalasi serangan militer Israel dianggap “tidak proporsional” dan berpotensi melanggar hukum internasional.
Ancaman Sanksi atas Pelanggaran HAM dan Blokade Kemanusiaan
Dalam pernyataan bersama yang dirilis oleh pemerintah Inggris dan dikutip dari Reuters , ketiga negara menegaskan bahwa penolakan Pemerintah Israel terhadap bantuan kemanusiaan bagi warga sipil di Gaza adalah tindakan yang “tidak dapat diterima” dan berisiko melanggar Hukum Humaniter Internasional .
“Penolakan terhadap bantuan esensial seperti makanan, obat-obatan, dan bahan bakar bagi warga sipil di Gaza tidak hanya melanggar prinsip dasar hak asasi manusia, tetapi juga memperburuk krisis kemanusiaan yang sudah sangat akut,” bunyi pernyataan tersebut.
Ketiga negara juga menyoroti keprihatinan mendalam atas perluasan permukiman Israel di Tepi Barat , yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional. Mereka memperingatkan bahwa jika Israel tidak mengambil langkah konkret untuk menghentikan ofensif militernya dan mencabut blokade bantuan, maka sanksi ekonomi dan politik yang ditargetkan akan diberlakukan.
“Kami tidak akan ragu mengambil tindakan lebih lanjut, termasuk sanksi yang ditargetkan,” tegas pernyataan bersama tersebut.
Dukungan Bersyarat untuk Israel
Meskipun ketiga negara tetap menyatakan dukungan terhadap hak Israel untuk membela diri dari ancaman terorisme, mereka menilai bahwa eskalasi militer saat ini telah melampaui batas kewajaran.
“Kami selalu mendukung hak Israel untuk mempertahankan diri dari serangan teroris. Namun, eskalasi ini benar-benar tidak proporsional dan bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan hukum internasional,” tulis mereka dalam pernyataan tersebut.
Ketiga negara juga menegaskan bahwa mereka tidak akan tinggal diam melihat tindakan “keterlaluan” yang dilakukan oleh pemerintahan Netanyahu . Mereka mendesak Israel untuk mendukung upaya mediasi gencatan senjata yang dipimpin oleh Amerika Serikat , Qatar , dan Mesir , serta mendukung solusi dua negara, termasuk pengakuan terhadap negara Palestina .
Reaksi Benjamin Netanyahu
Menanggapi ancaman sanksi tersebut, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu , bereaksi keras. Ia menuduh para pemimpin Inggris, Kanada, dan Prancis “memberikan hadiah besar terhadap serangan genosida pada 7 Oktober” dan membuka jalan bagi terulangnya kekejaman serupa.
“Israel akan membela diri dengan cara yang adil hingga kemenangan total tercapai,” ujar Netanyahu dalam pidatonya. Ia juga menegaskan syarat Israel untuk mengakhiri perang, yakni pembebasan semua sandera dan pelucutan senjata Hamas di Jalur Gaza.
Netanyahu juga membenarkan bahwa Israel telah memblokir bantuan medis, makanan, dan bahan bakar sejak awal Maret sebagai bentuk tekanan terhadap Hamas, yang masih menahan sandera dari serangan 7 Oktober 2023 lalu.
Respons Hamas dan Krisis Kemanusiaan di Gaza
Kelompok Hamas menyambut baik pernyataan Inggris, Kanada, dan Prancis, menyebutnya sebagai “langkah penting ke arah yang benar” dalam rangka mengembalikan prinsip-prinsip hukum internasional.
Sementara itu, situasi di Gaza semakin memprihatinkan. Menurut otoritas kesehatan Gaza, lebih dari 53.000 orang telah tewas sejak serangan Israel dimulai, sebagian besar adalah warga sipil. Serangan udara dan darat Israel telah memaksa hampir seluruh penduduk Gaza mengungsi, menciptakan krisis kemanusiaan akut dan meningkatkan ancaman kelaparan massal.
Operasi militer terbaru Israel diluncurkan hanya beberapa hari sebelum pernyataan bersama ketiga negara Barat dikeluarkan. Netanyahu bahkan menyatakan bahwa Israel berniat untuk mengambil alih seluruh wilayah Gaza, sebuah pernyataan yang memicu kekhawatiran bahwa konflik akan terus berlarut dan meluas.
Latar Belakang Konflik
Konflik besar kali ini bermula dari serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober 2023 , yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel, sebagian besar warga sipil, dan menyebabkan 251 orang disandera, menurut data pemerintah Israel. Sejak itu, Israel melancarkan serangan balasan besar-besaran di Gaza, yang memicu kritik internasional atas dampaknya terhadap warga sipil.
Harapan untuk Solusi Damai
Sementara itu, komunitas internasional terus mendesak semua pihak untuk menemukan solusi damai. Upaya mediasi yang dipimpin oleh Amerika Serikat, Qatar, dan Mesir diharapkan dapat membuka jalan menuju gencatan senjata permanen dan penyelesaian konflik jangka panjang.
Namun, dengan ancaman sanksi dari sekutu tradisionalnya, Israel kini menghadapi tekanan diplomatik yang belum pernah terjadi sebelumnya. Apakah pemerintah Netanyahu akan merespons dengan langkah-langkah deeskalasi atau justru melanjutkan ofensif militernya, masih menjadi pertanyaan besar yang akan menentukan masa depan konflik ini.