Karya Indonesia – Pemerintah Hongkong menyatakan kesiapan menampung mahasiswa asing Universitas Harvard yang terdampak kebijakan kontroversial Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Keputusan ini muncul setelah larangan yang diberlakukan oleh Trump terhadap mahasiswa asing untuk belajar di universitas-universitas AS, termasuk mereka yang sedang menempuh studi dengan beasiswa.
Kebijakan ini juga memaksa mahasiswa internasional yang saat ini tengah menempuh pendidikan di Harvard untuk segera pindah ke kampus lain, jika tidak ingin menghadapi ancaman deportasi.
Menanggapi situasi tersebut, Menteri Pendidikan Hong Kong, Christine Choi, menyampaikan bahwa pihaknya telah meminta seluruh perguruan tinggi di wilayah tersebut untuk mengambil langkah konkret guna membantu mahasiswa yang terdampak.
“Bagi mahasiswa internasional yang terkena dampak kebijakan pemerintah AS, Biro Pendidikan telah mengimbau semua universitas di Hong Kong agar menyediakan fasilitas bagi mahasiswa yang memenuhi syarat,” ujar Choi, dikutip dari AFP, Sabtu (24/5).
Salah satu upaya nyata datang dari Universitas Sains dan Teknologi Hong Kong (HKUST), yang secara terbuka mengundang mahasiswa internasional dari Harvard untuk melanjutkan studi mereka. Dalam pernyataan resmi pada Jumat (23/5), HKUST menyatakan akan melonggarkan batas jumlah mahasiswa asing demi menampung lebih banyak pelajar dari luar negeri.
“HKUST memperluas kesempatan ini untuk memastikan para pelajar berbakat dapat melanjutkan pendidikan mereka tanpa hambatan,” demikian bunyi pernyataan resmi pihak kampus.
Sementara itu, kebijakan pengusiran terhadap mahasiswa asing di AS diumumkan oleh Menteri Keamanan Dalam Negeri AS, Kristi Noem. Ia menuding sejumlah universitas, termasuk Harvard, mendorong tindakan kekerasan, menyebarkan paham anti-semitisme, dan memiliki hubungan dengan Partai Komunis China.
Ketegangan meningkat setelah Harvard menolak memberikan data visa mahasiswa asing kepada pemerintah AS. Menurut data Reuters, pada tahun ajaran 2025–2026, Harvard memiliki sekitar 6.800 mahasiswa internasional atau sekitar 27 persen dari total populasi kampus, termasuk sekitar 1.300 mahasiswa asal Tiongkok.
Harvard telah menggugat kebijakan tersebut ke pengadilan federal, dan Hakim Pengadilan Distrik Massachusetts, Allison Burroughs, mengeluarkan keputusan sementara yang menangguhkan pencabutan izin Student and Exchange Visitor Program (SEVP) milik pihak kampus.
“Pemerintah AS dilarang menjalankan pencabutan sertifikasi SEVP terhadap penggugat,” tegas hakim dalam persidangan awal.
Sidang lanjutan terkait gugatan ini dijadwalkan berlangsung pada 29 Mei 2025 mendatang.