Karya Indonesia — Sebuah kasus langka terjadi di China, di mana seorang remaja laki-laki berusia 19 tahun didiagnosis menderita penyakit Alzheimer.
Menurut laporan yang dipublikasikan dalam Journal of Alzheimer’s Disease pada Februari 2023, pria ini menjadi pasien termuda di dunia yang diketahui mengidap penyakit tersebut tanpa adanya riwayat genetik keluarga.
Awal mula gejala muncul ketika ia berusia 17 tahun. Saat itu, ia mulai mengalami penurunan kemampuan kognitif, seperti kesulitan berkonsentrasi di sekolah dan membaca. Memori jangka pendeknya semakin memburuk, hingga sering lupa kejadian hari sebelumnya dan salah menempatkan barang-barangnya.
Dikutip dari Science Alert , tim medis di Klinik Memori Universitas Kedokteran Capital Beijing melakukan serangkaian pemeriksaan dan menemukan tanda-tanda khas demensia pada hasil CT scan pasien, yaitu penyusutan pada hippocampus — bagian otak yang berperan penting dalam pembentukan memori — serta perubahan pada cairan serebrospinal.
Biasanya, penyakit Alzheimer (AD) lebih umum ditemukan pada orang tua, terutama di atas usia 65 tahun. Namun, sekitar 10 persen dari total kasus adalah onset awal, yakni diagnosis yang terjadi sebelum usia 65 tahun. Pada kasus onset sangat awal, terutama di bawah usia 30 tahun, hampir semua pasien memiliki mutasi genetik langka yang menyebabkan Alzheimer familial (FAD).
Namun, yang membuat kasus ini unik adalah tidak ditemukannya mutasi genetik yang biasanya terkait dengan Alzheimer, baik melalui analisis genom lengkap maupun pencarian gen spesifik. Selain itu, tidak ada anggota keluarganya yang memiliki riwayat demensia atau Alzheimer. Hal ini membuat diagnosis menjadi lebih kompleks karena tidak sesuai dengan pola FAD maupun AD sporadis biasa.
Setelah dua tahun berjuang dengan kondisi kognitifnya, remaja ini akhirnya tidak mampu menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya. Meskipun begitu, ia masih mampu menjalani kehidupan secara mandiri tanpa bantuan ekstensif.
Pada saat kunjungan ke klinik memori, ia menunjukkan defisit memori yang signifikan. Skor memori skala penuhnya 82 persen lebih rendah dibandingkan individu seusianya, sedangkan memori langsungnya mencapai 87 persen lebih rendah. Ia juga gagal dalam tes penarikan memori setelah periode tiga menit hingga 30 menit.
“Kasus ini mengubah pemahaman kita tentang rentang usia onset Alzheimer,” tulis dr. Jianping Jia dan tim dalam laporannya. “Pasien memiliki Alzheimer onset sangat awal tanpa mutasi gen patogen yang dapat diidentifikasi, menunjukkan bahwa mekanisme penyebabnya masih belum sepenuhnya dipahami.”
Sebelumnya, kasus termuda yang tercatat adalah seorang individu yang didiagnosis pada usia 21 tahun. Pasien tersebut membawa mutasi gen PSEN1 yang menyebabkan penumpukan protein abnormal di otak — fitur khas dari penyakit Alzheimer.
Kasus remaja 19 tahun ini membuka pertanyaan baru bagi para ilmuwan. Para ahli menyatakan bahwa Alzheimer mungkin memiliki jalur perkembangan yang lebih beragam daripada yang selama ini diperkirakan. Penyakit ini tidak hanya bergantung pada faktor genetik tetapi mungkin juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan, epigenetik, atau interaksi kompleks antara berbagai variabel biologis.
“Meneliti misteri anak muda dengan Alzheimer bisa menjadi salah satu tantangan ilmiah terbesar di masa depan,” kata tim peneliti dalam publikasinya.
Hingga saat ini, studi lanjutan masih diperlukan untuk memahami lebih dalam mekanisme neurodegeneratif yang terjadi pada pasien ini. Kasus ini juga menjadi pengingat bahwa Alzheimer bukanlah hanya penyakit lansia, dan deteksi dini serta pemahaman yang lebih luas tentang penyakit ini sangat diperlukan.