Karya Indonesia – Kisah tragis Ricard Siagian, seorang diaspora Indonesia yang dikenal sebagai seniman tato di Philadelphia, kembali mencuat di media sosial usai diangkat oleh YouTuber Ray William Johnson pada Juni 2025.
Ricard, yang meninggal dunia pada 2016 akibat komplikasi infeksi saluran kemih (ISK), menjadi sorotan karena sempat mengobati dirinya sendiri dengan antibiotik tanpa resep, hingga berujung fatal.
Video yang mengangkat kisah Ricard telah ditonton jutaan kali di TikTok, memicu diskusi luas tentang bahaya konsumsi antibiotik secara sembarangan.
Ricard diketahui tidak memiliki asuransi kesehatan saat jatuh sakit pada 2015, dan memilih mengonsumsi antibiotik milik orang lain alih-alih berkonsultasi dengan dokter. Keputusan tersebut memperburuk kondisinya hingga merenggut nyawanya setahun kemudian.
Pengobatan Mandiri yang Berujung Maut
Ricard awalnya meminum antibiotik milik bosnya yang memiliki riwayat ISK serupa. Setelah sempat membaik, ia justru mengalami gejala serius seperti gemetaran, nyeri otot, dan kelelahan ekstrem.
Ia kemudian mendapatkan antibiotik tambahan dari saudaranya yang bekerja sebagai perawat — lagi-lagi tanpa pemeriksaan medis. Dalam beberapa bulan, kondisinya menurun drastis: ginjalnya mulai rusak, otot-ototnya terasa sakit, ia mengalami tinnitus, dan insomnia parah yang membuatnya hanya tidur dua jam setiap malam selama satu tahun penuh.
Kisahnya sempat ia dokumentasikan di kanal YouTube pribadinya, menjadi semacam catatan terakhir perjuangannya melawan penyakit. Namun, upaya mandiri tersebut justru membuatnya semakin terpuruk.
Peringatan dari Pakar Kesehatan
Menanggapi kasus ini, Dr. Santi, Health Management Specialist di Kompas Gramedia, menegaskan bahwa penggunaan antibiotik tanpa resep adalah tindakan berisiko tinggi, terutama untuk penderita ISK.
“Komplikasi ISK bisa menyebabkan kerusakan ginjal, sepsis, bahkan kematian. Antibiotik yang tidak sesuai jenis bakterinya justru bisa memperburuk infeksi,” jelasnya.
Menurut Santi, efek samping antibiotik juga tidak boleh diremehkan. Gejala seperti mual, muntah, pusing, hingga insomnia kronis dapat menjadi dampak serius, apalagi jika dikonsumsi dalam jangka panjang tanpa pengawasan medis.
Salah satu ancaman terbesar dari penyalahgunaan antibiotik adalah resistensi. “Yang resisten itu bakterinya, bukan orangnya. Bakteri yang kebal bisa menyebar ke orang lain, bahkan ketika antibiotik dibagi dua antara dua pasien,” ujar Santi.
Insomnia, Efek Samping Mematikan
Santi juga menjelaskan bahwa insomnia berat yang diderita Ricard kemungkinan besar merupakan efek gabungan dari komplikasi ISK dan efek samping obat. “Lingkaran setan antara rasa sakit, stres, dan kurang tidur akan semakin memperburuk kondisi fisik dan mental pasien. Ini yang bisa berujung pada kematian,” paparnya.
Ia mengingatkan bahwa pengobatan tidak bisa digeneralisasi. “Meskipun gejalanya sama, pengobatan pasien harus disesuaikan dengan kondisi tubuh masing-masing. Karena itu, penting untuk berkonsultasi dengan dokter,” tambahnya.
Beberapa jenis antibiotik, lanjutnya, bersifat asam dan tidak cocok untuk pasien dengan gangguan lambung, sehingga harus diberikan dengan sangat hati-hati.
Pelajaran Berharga: Jangan Sembarang Konsumsi Antibiotik
Kisah Ricard Siagian menjadi peringatan nyata tentang bahaya mengobati diri sendiri tanpa bimbingan tenaga medis. Banyak netizen yang tersentuh dan mengaku mulai lebih berhati-hati dalam menggunakan antibiotik.
“Jangan pernah meminum antibiotik dari orang lain atau menyimpan antibiotik sisa. Konsultasikan semua gejala ke dokter, karena satu kesalahan bisa berujung maut,” pungkas Santi.