Karya Indonesia – Serangan udara terbaru yang dilancarkan Israel ke wilayah Gaza kembali menimbulkan korban jiwa. Salah satu serangan menewaskan keluarga Al-Shaer, termasuk anak-anak yang sedang tertidur dalam keadaan lapar di rumah mereka, Rabu malam (23/7/2025).
Menurut pejabat kesehatan Gaza, keluarga tersebut termasuk jurnalis lepas Wala al-Jaabari, suami, dan kelima anaknya. Mereka menjadi bagian dari lebih dari 100 korban jiwa yang dilaporkan dalam 24 jam terakhir akibat serangan udara Israel.
“Ini sepupu saya. Dia berumur 10 tahun. Kami menggali mereka dari reruntuhan,” kata Amr al-Shaer kepada Reuters sambil mengangkat jenazah anak tersebut. “Anak-anak tidur tanpa makanan.”
Jenazah Dibaringkan dalam Kain Kafan, Darah Merembes
Gambar-gambar memilukan menunjukkan jenazah keluarga tersebut dibaringkan di luar rumah mereka yang hancur, dibungkus kain kafan putih dengan nama ditulis tangan menggunakan pena. Darah terlihat merembes dari kain kafan, mengisyaratkan kekejaman serangan tersebut.
Keluarga dan tetangga mengatakan bahwa sebagian warga selamat dari serangan hanya karena sedang mencari makanan di luar rumah saat serangan terjadi.
Respons Militer Israel: Serang 120 Target di Gaza
Hingga kini, militer Israel belum mengomentari langsung serangan yang menewaskan keluarga Al-Shaer. Namun, dalam pernyataannya, Israel menyebut pihaknya telah menyerang lebih dari 120 target di Gaza dalam satu hari terakhir.
Target tersebut termasuk “sel-sel teroris, struktur militer, terowongan, dan infrastruktur lainnya,” menurut pernyataan resmi militer Israel.
Kelaparan Memburuk, 111 Orang Meninggal karena Lapar
Kementerian Kesehatan Gaza mengungkapkan bahwa 10 warga Palestina lainnya meninggal dalam semalam akibat kelaparan, sehingga jumlah korban meninggal karena kelaparan mencapai 111 orang. Mayoritas kematian terjadi dalam beberapa pekan terakhir, seiring memburuknya krisis pangan akibat blokade Israel.
Israel menutup total perlintasan dan menghentikan pasokan bahan makanan serta kebutuhan pokok ke Gaza sejak awal Maret 2025, meski secara terbatas kembali membukanya pada Mei. Namun, pasokan yang masuk jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan lebih dari 2 juta warga Gaza yang terjebak dalam krisis kemanusiaan.
PBB dan Lembaga Kemanusiaan Desak Akses Bantuan
Sejumlah badan PBB dan lembaga bantuan internasional mengecam keras pembatasan distribusi bantuan di Gaza, menyebutnya sebagai “pelanggaran berat hukum internasional”. Program Pangan Dunia (WFP) sebelumnya juga mengecam penembakan terhadap konvoi bantuan, dan menyebut titik distribusi makanan sebagai “jebakan maut”.
Situasi di Gaza kini disebut sebagai salah satu bencana kemanusiaan paling parah dalam sejarah modern, dengan anak-anak menjadi korban paling rentan.