Karya Indonesia — Literatur Institut menyoroti meningkatnya arus disinformasi, fitnah, dan ujaran kebencian yang beredar di berbagai platform media sosial.
Fenomena tersebut dinilai berpotensi merusak kualitas ruang publik digital sekaligus mengancam persatuan masyarakat.
Direktur Literatur Institut, Asran Siara, menegaskan perlunya langkah tegas dari pemerintah dalam menangani masalah ini.
Menurutnya, media sosial yang seharusnya menjadi ruang edukasi, komunikasi, dan berbagi informasi justru sering disalahgunakan untuk menyebarkan kebencian.
“Disinformasi dan fitnah yang dibiarkan beredar bebas akan memperburuk kualitas demokrasi dan merusak kepercayaan publik. Pemerintah harus hadir dengan regulasi yang kuat sekaligus upaya literasi digital yang masif,” ujar Asran dalam keterangan pers di Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Asran juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor, termasuk pemerintah, perusahaan platform media sosial, serta masyarakat sipil untuk bersama-sama menciptakan ekosistem digital yang lebih sehat.
Penegakan hukum, menurutnya, harus konsisten terhadap pihak-pihak yang terbukti menyebarkan konten berbahaya.
“Literasi digital harus diperkuat agar masyarakat mampu memilah informasi dengan bijak. Jangan sampai ruang publik digital kita dipenuhi narasi kebencian yang justru melemahkan persaudaraan,” tambahnya.
Literatur Institut berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret agar ruang digital dapat benar-benar menjadi sarana produktif, aman, dan bermanfaat bagi pembangunan bangsa.