Karya Indonesia – Fraksi Partai Gerindra melalui Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, drg. Putih Sari, mendesak Badan Gizi Nasional (BGN) untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Desakan ini muncul setelah dalam beberapa pekan terakhir terjadi sejumlah kasus keracunan di berbagai daerah, yang menyebabkan banyak siswa harus mendapatkan penanganan medis.
Menurut Putih Sari, keselamatan penerima manfaat program harus menjadi prioritas utama.
“Kasus keracunan tidak boleh dianggap sekadar angka statistik. Standar kita harus zero accident. Evaluasi menyeluruh perlu segera dilakukan agar manfaat besar program ini tidak tertutupi oleh buruknya tata kelola di lapangan,” ujarnya.
Ia menambahkan, pihaknya di Komisi IX DPR RI juga akan mendorong BGN untuk segera berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan BPOM dalam menyusun serta menerapkan standarisasi keamanan pangan bagi program MBG.
Lebih lanjut, Putih Sari menegaskan bahwa program MBG merupakan investasi jangka panjang untuk memperbaiki kualitas sumber daya manusia melalui pemenuhan gizi yang lebih baik.
Selain itu, program ini juga memiliki dampak positif pada perekonomian lokal.
“Program ini sudah dirasakan manfaatnya oleh jutaan penerima manfaat, termasuk para petani, nelayan, pekerja, hingga pelaku usaha. Karena itu, menghentikan program justru akan merugikan masyarakat. Yang perlu dilakukan adalah memperbaiki tata kelola agar program tetap sesuai visi Presiden Prabowo: menciptakan SDM unggul dan menjadi motor penggerak ekonomi lokal,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menggarisbawahi pentingnya peningkatan standar keamanan pangan pada setiap tahapan penyelenggaraan MBG.
Mulai dari pengadaan bahan baku, penyimpanan, proses memasak, pengemasan, hingga distribusi.
“Evaluasi MBG harus detail menyentuh setiap mata rantai pasok. Kualitas gizi tidak boleh dikompromikan dalam setiap porsi makanan yang disajikan,” tegas Putih Sari.
Dengan adanya evaluasi menyeluruh, ia berharap manfaat besar program MBG dapat terus dirasakan masyarakat, sekaligus terhindar dari risiko buruk akibat lemahnya pengelolaan teknis di lapangan.