Karya Indonesia, Bojonegoro — Siang itu, sorak dan tepuk tangan menggema di Pendopo Malowopati Bojonegoro.
Dari deretan finalis Lomba Bertutur tingkat SMP/MTs se-Kabupaten Bojonegoro, nama Nyafica Jesica Putri akhirnya diumumkan sebagai juara pertama.
Siswi SMP Negeri 1 Ngasem itu sempat terdiam sejenak saat namanya disebut. Raut wajahnya menampakkan campuran kaget, haru, dan bahagia.
“Kaget banget. Kukira cuma bisa juara tiga atau empat, soalnya teman-teman lain hebat-hebat semua,” ujar Ica, sapaan akrabnya, sambil tertawa kecil.
Lomba bertutur tahun ini mengangkat tema cerita Samin, mengajak peserta menuturkan kisah penuh nilai kearifan lokal dalam dialek Bojonegaran.
Ica memilih membawakan kisah Samin Surosentiko, tokoh yang melawan penjajah Belanda bukan dengan kekerasan, tetapi dengan tutur, kesabaran, dan kebijaksanaan.
“Aku membawakan cerita Samin yang ngelawan Belanda tanpa kekerasan, cuma lewat omongan dan sikap,” katanya polos namun penuh makna.
Menuju panggung kemenangan, Ica melewati latihan intens selama tiga minggu. Hampir setiap hari ia berlatih, bahkan harus menyiapkan video babak penyisihan hingga larut malam.
“Waktu itu videonya belum selesai-selesai. Aku sampai nangis karena takut nggak sempat ngumpulin,” kenangnya. Beruntung, sang ibu dan guru terus memberi semangat.
“Main HP juga di-stop. Katanya, latihan dulu biar bisa juara,” ujarnya sambil tersenyum.
Di balik keberhasilan Ica, ada peran Hanung Wistanto, guru sekaligus pelatihnya. Ia melihat potensi Ica sejak awal: keberanian tampil dan kemampuan vokal yang kuat.
“Saya pilih Ica karena mentalnya sudah terbentuk. Dia punya basic menyanyi, jadi saya padukan dengan tembang macapat dan campursari,” ujar Hanung.
Dalam penampilan Ica, diselipkan tembang Mas Kumambang yang menggambarkan penderitaan rakyat di masa penjajahan. Paduan tutur, lagu, dan ekspresi menjadikan penampilannya hidup dan menyentuh.
“Kami sempat rekam video sampai jam sembilan malam, anaknya sudah nangis. Eh, ternyata jadwal diundur. Mungkin memang sudah rezekinya,” tambah Hanung sambil tersenyum.
Meski berprestasi di dunia bertutur, Ica punya cita-cita lain: menjadi dokter, terinspirasi dari mendiang ayahnya yang pernah sakit.
“Aku pengen jadi dokter biar bisa bantu orang sakit. Soalnya dulu nggak tega lihat bapak sakit,” ucapnya lirih.
Hanung berharap semangat Ica bisa menginspirasi teman-temannya.
“Dasarnya itu membaca. Kalau suka membaca, nanti bisa berimajinasi dan bercerita dengan makna,” pesannya.
Sementara itu, Ica menutup kisahnya dengan pesan sederhana namun dalam:
“Jangan suka mengejek. Kalau teman punya bakat, didukung aja. Siapa tahu nanti bisa juara juga.”
Penampilan Nyafica Jesica Putri bukan sekadar kemenangan dalam lomba bertutur.
Ia menjadi simbol bahwa kearifan lokal Bojonegoro masih hidup di hati generasi muda, melalui tutur yang santun, semangat belajar, dan keberanian untuk bermimpi.
