Karya Indonesia – Penanganan dua kasus besar yang menyeret nama Universitas Negeri Makassar (UNM) mendapat sorotan tajam dari publik.
Kedua kasus tersebut yakni dugaan pungutan liar (pungli) dalam kegiatan Pendidikan Profesi Guru (PPG) serta dugaan korupsi proyek revitalisasi kampus senilai Rp87 miliar.
Aliansi Pemerhati Pendidikan menilai, proses hukum terhadap kedua kasus itu berjalan lambat dan belum menunjukkan perkembangan berarti.
Mereka mendesak aparat penegak hukum segera menuntaskan proses penyelidikan dan penyidikan agar tidak menimbulkan kecurigaan publik.
Jenderal Lapangan Aliansi Pemerhati Pendidikan, Erwin, mengungkapkan bahwa kasus dugaan korupsi proyek revitalisasi UNM senilai Rp87 miliar hingga kini masih berada di tahap penyelidikan.
“Laporan dugaan korupsi ini sudah masuk ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan dan Kepolisian Daerah (Polda) Sulsel. Indikasinya mencakup adanya mark-up anggaran dan pelanggaran prosedur pengadaan, termasuk penunjukan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang diduga tidak memenuhi syarat kompetensi,” jelas Erwin.
Meski puluhan saksi dari pihak UNM dikabarkan telah diperiksa oleh Kejati Sulsel, hingga kini kasus tersebut belum naik ke tahap penyidikan.
“Kami mempertanyakan lamanya proses klarifikasi ini, mengingat besarnya potensi kerugian negara. Aparat penegak hukum seharusnya segera berkoordinasi dengan lembaga audit seperti BPK atau Inspektorat untuk memastikan nilai kerugian negara,” tegasnya.
Selain kasus korupsi, dugaan pungli dalam pelaksanaan kegiatan ramah tamah, yudisium, dan wisuda PPG di UNM juga disorot.
Kasus ini disayangkan lantaran menyasar para peserta PPG yang mayoritas merupakan guru honorer dengan kondisi ekonomi terbatas.
“Kasus pungli ini seolah mandek tanpa kejelasan progres penanganan dari pihak berwenang,” ujar Erwin.
Aliansi Pemerhati Pendidikan mendesak Kejati Sulsel untuk melakukan audit investigasi mendalam terhadap pembayaran PPG serta menyeret pihak-pihak yang terbukti terlibat agar mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Aliansi menilai lambannya penanganan dua kasus ini dapat mencederai rasa keadilan masyarakat dan memberikan citra buruk terhadap komitmen pemberantasan korupsi di lingkungan pendidikan tinggi.
Mereka mendesak aparat penegak hukum untuk:
1. Mempercepat proses hukum, khususnya kasus korupsi revitalisasi, agar segera naik ke tahap penyidikan bila alat bukti sudah cukup.
2. Memperkuat koordinasi antara Kejati dan Polda Sulsel guna menghindari tumpang tindih dan memastikan pengusutan tuntas.
3. Meningkatkan transparansi informasi mengenai perkembangan kasus kepada publik.
“Kami menanti komitmen nyata dari aparat penegak hukum untuk menuntaskan dua kasus ini demi menjamin integritas dan akuntabilitas pengelolaan anggaran di lingkungan Universitas Negeri Makassar,” tutup Erwin.
