Karya Indonesia – Ketegangan diplomatik antara Jepang dan China kembali meningkat dan mulai memunculkan dampak langsung pada perekonomian Negeri Sakura.
Di tengah kondisi ekonomi Jepang yang sudah rapuh akibat tarif Amerika Serikat (AS) serta melemahnya investasi properti, gesekan terbaru dengan Beijing memberi pukulan tambahan yang signifikan.
Perselisihan memanas setelah Perdana Menteri (PM) Jepang, Sanae Takaichi, menyampaikan pernyataan mengenai Taiwan di parlemen.
China menilai komentar tersebut provokatif dan sejak Jumat lalu mengeluarkan imbauan agar warganya tidak bepergian ke Jepang.
Efeknya terasa cepat — saham-saham Jepang di sektor pariwisata terjun hingga 3% pada Senin, menggambarkan kekhawatiran mendalam investor.
PDB Jepang Berisiko Susut Triliunan Yen
Menurut analis Nomura Research Institute, Takahide Kiuchi, ketegangan yang berkepanjangan dapat membawa dampak ekonomi yang jauh lebih serius.
Ia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang berpotensi turun 1,79 triliun yen dalam satu tahun, atau setara 0,29%.
Kekhawatiran ini bukan tanpa dasar. Ketika sengketa Senkaku/Diaoyu memanas pada 2012, jumlah wisatawan China ke Jepang anjlok hampir 8% pada 2013. Risiko serupa dinilai sangat mungkin terjadi kembali.
Pariwisata sendiri merupakan salah satu sektor vital Jepang. Data Mastercard Economics Institute menunjukkan bahwa belanja wisatawan mancanegara memberi kontribusi 0,4 poin persentase terhadap pertumbuhan PDB Jepang tahun lalu — jauh di atas pertumbuhan ekonomi yang hanya 0,1%.
Stefan Angrick, Kepala Divisi Jepang di Moody’s Analytics, menyebut bahwa penurunan tajam perjalanan dari China akan memberikan tekanan besar pada Jepang.
Jika kedatangan wisatawan Tiongkok berkurang hingga 50%, pertumbuhan PDB Jepang diperkirakan dapat menyusut 0,2 poin persentase.
Ia menegaskan bahwa efek tersebut mungkin tidak menimbulkan krisis besar, tetapi tetap menjadi “hambatan yang tidak diinginkan bagi perekonomian yang sudah kesulitan mencari momentum.”
Kondisi ini terjadi ketika Jepang baru saja mencatat kontraksi ekonomi pada kuartal III 2025. PDB Jepang tercatat minus 0,4% secara kuartalan, sekaligus penurunan pertama dalam enam kuartal terakhir.
Secara tahunan, ekonomi Jepang bahkan menyusut 1,8%, mencerminkan lemahnya konsumsi rumah tangga dan perlambatan investasi.
Ketegangan diplomatik yang terus bereskalasi membuat prospek pemulihan ekonomi Jepang semakin suram.
Para ekonom memperingatkan bahwa tanpa stabilisasi hubungan dengan China — salah satu mitra ekonomi terbesar Jepang — gejolak ekonomi diperkirakan akan semakin berat.
