Karya Indonesia — Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky tidak akan menyetujui penyerahan wilayah Ukraina kepada Rusia meski demi mengakhiri perang.
Sikap tegas itu disampaikan Kepala Staf Kepresidenan Ukraina, Andriy Yermak, dalam wawancaranya dengan The Atlantic yang dirilis Kamis (28/11/2025).
“Selama Zelensky menjadi presiden, tidak seorang pun boleh berharap kami menyerahkan wilayah kami. Dia tidak akan menyerahkan wilayahnya,” tegas Yermak.
Pernyataan itu muncul setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan kembali bahwa Moskow akan melanjutkan perang kecuali Ukraina menarik pasukan dari wilayah-wilayah yang kini dikuasai Rusia.
Putin menyebut garis besar rancangan rencana perdamaian yang diusulkan Amerika Serikat dapat menjadi dasar negosiasi di masa depan, tetapi dengan syarat utama: Ukraina harus menyerahkan wilayah.
“Secara umum, kami sepakat bahwa ini dapat menjadi dasar bagi perjanjian mendatang,” ujar Putin, seperti dikutip The Guardian. Namun ia menegaskan bahwa masih ada banyak poin yang membutuhkan pembahasan lebih lanjut.
Putin juga kembali menyebut Zelensky sebagai “pemimpin tidak sah”, sinyal bahwa Moskow belum menunjukkan kompromi pada isu-isu utama yang diperlukan untuk mengakhiri perang.
Zelensky mengatakan delegasi Ukraina dan Amerika Serikat akan bertemu pekan ini untuk membahas poin-poin yang dibahas dalam perundingan di Jenewa. Ukraina ingin memastikan rencana perdamaian tersebut memberikan jaminan keamanan yang kuat bagi negaranya.
Sementara itu, Perdana Menteri Belgia Bart De Wever memperingatkan bahwa rencana Uni Eropa menggunakan aset negara Rusia yang dibekukan untuk mendanai Ukraina dapat menghambat tercapainya kesepakatan damai.
“Melanjutkan skema pinjaman reparasi yang diusulkan secara tergesa-gesa bisa berdampak buruk. Kita secara efektif dapat menghalangi tercapainya kesepakatan damai,” tulis De Wever dalam surat kepada Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, yang dikutip Financial Times.
Satu-satunya peraih Nobel Perdamaian dari Ukraina, Oleksandra Matviichuk, turut mengkritik konsep rencana perdamaian AS-Rusia yang bocor ke publik. Ia menilai rencana tersebut mengabaikan dimensi kemanusiaan dan berpotensi memberikan amnesti kepada pelaku kejahatan perang.
“Perjanjian damai apa pun yang mencakup amnesti atas kejahatan perang akan memberi sinyal kepada para pemimpin otoriter lain untuk menyerang negara tetangga mereka,” kata Matviichuk.
Ia mendukung upaya Zelensky untuk merevisi rencana perdamaian melalui dialog dengan Gedung Putih. “Kita membutuhkan perdamaian, tetapi bukan jeda yang memberi Rusia kesempatan untuk mundur dan menyusun ulang rencana,” tegasnya.
