Karya Indonesia – Kementerian Kehutanan tengah menelusuri sumber-sumber kayu yang terbawa arus banjir di sejumlah wilayah Sumatera.
Penelusuran dilakukan mengingat kuatnya dugaan bahwa sebagian material kayu tersebut berkaitan dengan praktik peredaran kayu ilegal yang sebelumnya telah diungkap di daerah terdampak.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, menjelaskan bahwa kayu-kayu yang muncul di lokasi banjir dapat berasal dari berbagai sumber, mulai dari pohon lapuk, pohon tumbang, hingga material alami yang terbawa sungai.
Namun, ia tidak menutup kemungkinan adanya kaitan dengan aktivitas penebangan liar (illegal logging) maupun penyalahgunaan dokumen oleh pemegang Hak Atas Tanah (PHAT).
“Penjelasan kami bukan untuk menafikan kemungkinan adanya praktik ilegal di balik kayu-kayu yang terbawa banjir, tetapi untuk memperjelas sumber yang sedang ditelusuri. Setiap indikasi illegal logging tetap kami proses sesuai hukum,” tegas Dwi.
Sepanjang 2025, Ditjen Gakkum telah menangani sejumlah kasus pencucian kayu illegal di sekitar wilayah yang kini terdampak banjir. Beberapa di antaranya:
Aceh Tengah (Juni 2025)
Penyidik menemukan penebangan pohon secara ilegal di luar area PHAT dan kawasan hutan. Barang bukti mencapai 86,60 m³ kayu ilegal.
Solok, Sumatera Barat (Agustus 2025)
Pengungkapan penebangan kayu di kawasan hutan menggunakan dokumen PHAT. Disita 152 batang kayu/log, 2 ekskavator, dan 1 bulldozer.
Kepulauan Mentawai dan Gresik (Oktober 2025)
Ditjen Gakkum bersama Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) menyita 4.610,16 m³ kayu bulat asal Hutan Sipora dengan dokumen PHAT yang bermasalah.
Sipirok, Tapanuli Selatan (Oktober 2025)
Empat truk bermuatan 44,25 m³ kayu bulat diamankan. Dokumen kayu berasal dari PHAT yang statusnya telah dibekukan.
Menurut Dwi, pola kejahatan kehutanan saat ini semakin kompleks. Pelaku kerap memanfaatkan dokumen PHAT yang dipalsukan atau digandakan untuk menyamarkan kayu ilegal agar seolah-olah berasal dari kegiatan legal.
“Kami tidak hanya menindak pembalakan liar di lapangan, tetapi juga menelusuri dokumen, alur barang, hingga aliran dana yang terkait,” ungkapnya.
Sebagai langkah pencegahan, Kemenhut saat ini memberlakukan moratorium layanan Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPuHH) khusus untuk tata usaha kayu di PHAT pada areal penggunaan lain (APL).
Kebijakan ini diberlakukan guna memutus potensi penyalahgunaan sistem oleh pelaku peredaran kayu ilegal.
Kemenhut menegaskan bahwa penyelidikan terhadap kayu-kayu yang terbawa banjir masih berlangsung dan hasilnya akan diumumkan setelah proses verifikasi lapangan selesai.
