Karya Indonesia – Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Golkar, Firman Soebagyo menegaskan bahwa kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia bukan persoalan yang muncul dalam satu atau dua tahun terakhir.
Menurutnya, kondisi ekologis yang kini menjadi sorotan publik merupakan akumulasi dari kebijakan dan praktik buruk yang berlangsung sejak era setelah reformasi.
Pernyataan itu disampaikan Firman dalam rapat kerja Komisi IV DPR bersama Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni, yang membahas bencana banjir dan longsor di sejumlah daerah.
Firman menolak apabila kerusakan hutan sepenuhnya dibebankan kepada Raja Juli Antoni. Ia menilai sang menteri hanya mewarisi persoalan yang sudah terjadi sejak bertahun-tahun sebelum menjabat.
“Pak Menteri ini cuci piring, makanya saya bela. Karena kejadian perusakan hutan ini bukan satu atau dua tahun. Setelah reformasi, hutan kita hancur,” ujar Firman di Gedung DPR, Kamis (4/12).
Firman mengungkapkan keprihatinannya terhadap rentannya kondisi sejumlah kawasan hutan dan daerah penyangga. Ia bahkan mengaku waswas saat melintasi wilayah rawan longsor.
“Jangankan yang di Sumatera, kami saja kadang-kadang takut waktu lewat Puncak, takut ada tanah longsor. Mau lewat ke mana, takut ada jalan tiba-tiba putus seperti di Aceh,” katanya.
Di tengah bencana yang terjadi, Firman menyoroti masih adanya aktivitas pengangkutan kayu oleh perusahaan, meski mereka memiliki izin. Ia menilai tindakan itu menunjukkan minimnya kepekaan terhadap kondisi krisis.
“Dalam situasi bencana seperti ini masih ada yang mengangkut kayu, walaupun punya izin. Saya minta kepada Pak Menteri ditindak tegas. Kalau perlu dicabut izinnya, karena itu pelecehan terhadap negara dan rakyat,” tegasnya.
Firman meminta Kementerian Kehutanan meningkatkan pengawasan dan memberikan sanksi tegas kepada perusahaan yang tetap melakukan eksploitasi di tengah kondisi bencana.
