Karya Indonesia – Politikus progresif Zohran Mamdani resmi memenangkan pemilihan Wali Kota New York City yang digelar pada Selasa (4/11) waktu setempat.
Kemenangan ini menjadikannya wali kota Muslim pertama yang memimpin kota terbesar di Amerika Serikat tersebut.
Dalam hasil penghitungan sementara, Mamdani yang maju sebagai kandidat independen sosialis meraih sekitar 44 persen suara, unggul beberapa poin dari mantan Gubernur Partai Demokrat Andrew Cuomo yang memperoleh sekitar 32 persen suara.
Sementara kandidat Partai Republik, Curtis Sliwa, tertinggal jauh dengan 24 persen suara.
Dilansir AFP, Mamdani yang kini berusia 34 tahun lahir di Uganda dan besar di New York City. Ia dikenal sebagai politikus muda dengan gaya santai dan aktif di media sosial.
Dalam kampanyenya, Mamdani berfokus pada pengurangan biaya hidup, akses perumahan yang terjangkau, serta kebijakan transportasi publik yang ramah masyarakat kelas menengah dan bawah.
Kemenangan Mamdani menjadi perhatian luas di AS, terutama setelah Presiden Donald Trump melontarkan kritik keras terhadapnya menjelang pemilihan.
Trump bahkan melabelinya sebagai “pembenci Yahudi”.
“Setiap orang Yahudi yang memilih Zohran Mamdani, seorang yang terbukti dan mengaku membenci Yahudi, adalah orang bodoh,” tulis Trump dalam unggahan di media sosialnya beberapa waktu lalu.
Trump juga mengancam akan memotong dana federal untuk New York City jika Mamdani terpilih.
“Jika kandidat komunis Zohran Mamdani memenangkan pemilihan wali kota New York City, sangat kecil kemungkinan saya akan menyalurkan dana federal selain jumlah minimal yang diwajibkan,” ujar Trump di platform Truth Social, seperti dikutip The Guardian.
Menurut Grant Reeher, profesor ilmu politik di Universitas Syracuse, kemenangan Mamdani berpotensi menimbulkan ketegangan baru antara Gedung Putih dan Pemerintah Kota New York.
“Trump kemungkinan akan memperlakukan New York City dengan lebih agresif. Ini akan menjadi awal pertarungan politik yang panjang,” ujarnya.
Meski begitu, banyak pihak menilai kemenangan Mamdani menandai babak baru dalam politik progresif Amerika, serta mencerminkan meningkatnya penerimaan publik terhadap keberagaman pemimpin di tingkat lokal maupun nasional.
