Karya Indonesia – Pada awal November, Zohran Mamdani, seorang sosialis demokrat, mencatat sejarah dengan memenangkan pemilihan Wali Kota New York City secara telak.
Kemenangan ini bukan hanya mengejutkan dunia politik Amerika Serikat, tetapi juga memicu gelombang baru dalam gerakan kiri di negara tersebut.
Kemenangan Mamdani menjadi perubahan dramatis bagi kampanye yang setahun sebelumnya hanya memperoleh 1 persen dukungan.
Bahkan ayahnya, Mahmood Mamdani – profesor antropologi dan sarjana pascakolonial di Universitas Columbia – mengaku tak menyangka.
“Dia mengejutkan saya dan ibunya. Kami tidak pernah membayangkan ia akan menjadi wali kota,” kata Mahmood kepada Al Jazeera.
“Namun kemenangan ini menunjukkan adanya pergeseran dalam lanskap politik.”
Zohran menjadi tokoh bersejarah sebagai wali kota Muslim pertama di kota terbesar AS berdasarkan jumlah penduduk, sekaligus wali kota pertama keturunan Asia Selatan.
Selama kampanye, ia menonjol melalui isu keterjangkauan biaya hidup dan ketegasan sikapnya mengkritik pelanggaran Israel terhadap Palestina—topik yang selama ini kerap dianggap tabu dalam politik AS.
“Keadilan sosial dan hak-hak warga Palestina adalah hal yang sangat dekat dengannya,” ujar Mahmood.
Zohran mencuat sebagai kandidat terdepan sejak Juni ketika ia mendominasi pemilihan pendahuluan Partai Demokrat dengan 56 persen suara, mengungguli mantan Gubernur New York Andrew Cuomo.
Dalam pemilihan umum 4 November, Cuomo maju sebagai kandidat independen, namun kembali dikalahkan Zohran dengan selisih besar: lebih dari 50 persen suara berbanding 41 persen suara.
Meski diserang lawan politik, Mamdani teguh menyebut tindakan Israel di Gaza sebagai genosida. Sikap ini jarang muncul di politik arus utama AS, namun mendapatkan sambutan luas di tengah perubahan opini publik.
Jajak pendapat Pew Research Center menunjukkan pandangan negatif warga AS terhadap Israel naik dari 42 persen (2022) menjadi 53 persen (2025). Perubahan ini terjadi tidak hanya pada Demokrat, tetapi juga di kalangan konservatif usia di bawah 50 tahun.
Perang di Gaza telah menewaskan lebih dari 69.500 warga Palestina sejak Oktober 2023. Menurut Mahmood, realitas kekerasan tersebut mengubah cara pandang dunia.
“Konsekuensi Gaza itu global,” katanya. “Tidak akan ada lagi masa ketika dunia percaya apa yang dilakukan Israel adalah membela diri.”
Kemenangan Melawan ‘Kekuatan Berduit’
Mahmood menegaskan bahwa kemenangan Zohran bukanlah hal mudah. Menurutnya, kekuatan politik dan finansial besar dikerahkan untuk melemahkan kampanye tersebut.
“Dia melawan kekuatan yang kuat. Mereka gagal,” kata Mahmood. “Ini menunjukkan kegagalan uang sebagai penentu politik.”
Mahmood mengakui Zohran masih harus belajar banyak dalam menghadapi kerasnya dunia politik. Namun ia percaya putranya memiliki ketangguhan yang diperlukan.
“Ia mungkin tidak memahami dunia itu sepenuhnya, tapi ia cepat belajar,” katanya.
Awal Babak Baru Politik AS?
Bagi Mahmood, kemenangan Zohran bukan hanya soal jabatan politik, tetapi cermin meningkatnya partisipasi publik dan pudarnya kepercayaan terhadap status quo.
“Orang-orang mulai percaya bahwa sistem elektoral bisa mengubah keadaan. Masa jabatan Zohran akan membuktikan apakah itu benar.”
