Karya Indonesia – Pemerintah resmi menyalurkan Rp 200 triliun dana negara ke lima bank pelat merah guna menopang program prioritas nasional Presiden Prabowo Subianto sekaligus memacu pertumbuhan ekonomi.
Dana tersebut dipindahkan dari rekening pemerintah di Bank Indonesia (BI) ke sistem perbankan sejak Jumat (12/9).
Tiga bank, yakni BRI, BNI, dan Bank Mandiri, masing-masing memperoleh Rp 55 triliun. Sementara BTN mendapat Rp 25 triliun dan Bank Syariah Indonesia (BSI) Rp 10 triliun.
Corporate Secretary BNI, Okki Rushartomo, mengatakan tambahan likuiditas ini akan memperluas kapasitas pembiayaan sektor produktif.
“Dengan tambahan Rp 55 triliun, kami akan lebih leluasa menyalurkan kredit ke UMKM, infrastruktur, energi terbarukan, dan pembiayaan hijau,” ujarnya, Minggu (14/9).
Hal senada disampaikan Direktur Utama BSI, Anggoro Eko Cahyo. Menurutnya, dana Rp 10 triliun akan memperkuat rasio pembiayaan dan memperbesar ruang pembiayaan ke sektor riil, termasuk program rumah bersubsidi dan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP).
Aturan dan Mekanisme
Penyaluran dana ini diatur dalam KMK Nomor 276/2025, dengan mekanisme deposito on call berjangka enam bulan dan dapat diperpanjang. Bank penerima dilarang menggunakan dana tersebut untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN).
Tingkat imbal hasil yang diberikan pemerintah kepada bank mitra setara 80,476 persen dari BI 7-Day Reverse Repo Rate atau sekitar 4 persen.
Meski begitu, sejumlah ekonom mengingatkan risiko lemahnya permintaan kredit. Kepala Ekonom BCA, David Sumual, menilai tambahan likuiditas bisa meningkatkan rasio kredit terhadap simpanan (LDR), namun efektivitasnya bergantung pada kesiapan proyek produktif.
“Kita harus pastikan proyek-proyek yang dibiayai benar-benar mendorong sirkulasi ekonomi, bukan sekadar konsumsi sesaat,” katanya.
Pengamat perbankan Moch Amin Nurdin menambahkan, dana segar tersebut diharapkan menggerakkan program prioritas seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), KPR bersubsidi, hingga program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Sementara itu, Direktur Next Indonesia, Herry Gunawan, menilai penempatan dana Rp 200 triliun berpotensi tidak efektif bila dunia usaha masih menahan ekspansi akibat permintaan pasar yang lemah. Ia mendorong pemerintah menetapkan aturan lebih rinci agar dana benar-benar tersalurkan ke sektor produktif.
Meski diwarnai sejumlah catatan, kebijakan ini dinilai bisa menekan biaya dana bank, menurunkan suku bunga kredit, serta memperkuat daya dorong sektor riil. Dengan begitu, program prioritas pemerintah diharapkan mampu berjalan lebih cepat dan inklusif.