Karya Indonesia – “Usia saya 73 tahun. Saya hanya ingin meninggalkan nama baik,” kata Presiden Prabowo Subianto. Potongan kalimat dari pidato Ketua Dewan Penasehat PP Tunas Indonesia Raya (TIDAR), Prabowo Subianto pada Kongres TIDAR IV itu sesungguhnya sarat permenungan.
Berlangsung di Hotel Borobudur Jakarta, 17 Mei 2025 lalu, acara organisasi sayap pemuda Gerindra itu dihadiri tiga pucuk pimpinan eksekutif dan legislatif: Presiden RI Prabowo Subianto, Ketua MPR RI Ahmad Muzani, dan Ketua DPR RI Puan Maharani. Sederet Anggota DPR RI dan Menteri Kabinet Merah Putih turut pula berhadir.
Alih-alih membincang rasa bangga atas kemenangan, di awal kejayaan menapaki puncak tertinggi kekuasaan di Republik ini, Prabowo justru memilih berbicara tentang usia yang kian senja, tentang warisan yang ingin ditinggalkan bagi negeri.
Tatkala matahari kepemimpinan baru saja terbit, Prabowo menyalakan obor transendensi: sebuah semangat memimpin yang berpijak pada kesadaran akan kefanaan. Dan bagi Prabowo, tak ada lagi pencapaian paling berarti dalam hidup ini selain menyaksikan bangsa dan negara Indonesia yang kini dia pimpin menjadi negeri adil, makmur dan sejahtera.
Di hadapan ribuan kader TIDAR yang duduk dalam khidmat, setiap kata yang dilafazkan Presiden Prabowo Subianto menjadi perenungan yang dalam, melampaui gegap gempita dan riuh rendah gelanggang politik. Mereka yang mendengarkan pidato terdiam seribu bahasa. Sesekali tertawa karena lontaran canda Prabowo yang muncul tak terduga dan apa adanya.
Pidato Prabowo itu tentu bukan saja mengharu biru perasaan kader, tapi juga kiranya memantik jiwa spiritualitas para kader TIDAR dalam berjuang di politik.
Mengoreksi Kader Muda
Di momen itu para Tunas-Tunas Muda Gerindra meneriakkan yel-yel terbarunya, “Prabowo Dua Periode”. Sebenarnya, sejak Prabowo sebagai Ketua Umum Partai Gerindra dilantik menjadi Presiden Oktober 2024 lalu, sejak itu pula yel-yel tersebut menjadi populer di kalangan kader muda TIDAR.
Ia pun telah dipekikkan kader TIDAR dalam berbagai acara internal TIDAR se-Indonesia. Hanya saja mungkin belum pernah sampai ke Prabowo. Maka pada momen Kongres IV itulah Prabowo mendengarkannya sendiri secara langsung. Prabowo pun segera mengoreksinya.
Prabowo mengungkapkan, hanya Tuhan dan dirinya sendirilah yang tahu apakah nanti akan maju kembali pada Pilpres 2029. Tapi, kata Prabowo, dia hanya akan maju kembali jika pemerintahan yang dipimpinnya dinilai berhasil.
Prabowo keberatan yel-yel dua periode digembar-gemborkan. Tidak elok, terlalu dini. Simpan saja di dalam hati, instruksinya. Prabowo lebih ingin diberi kesempatan membuktikan janji-janji. Ingin fokus mengupayakan “wong cilik iso gemuyu”.
Sebenarnya, tuturan berupa koreksian Prabowo itu, jika ditelisik justru merupakan sebuah pekerjaan rumah bagi TIDAR yang harus mereka tunaikan: tindak perlokusi bahwa jika memang menginginkan Prabowo kelak maju kembali dua periode, maka bagi kader TIDAR tidak ada cara lain selain memastikan keberhasilan Pemerintahan Presiden Prabowo 2024-2029.
Melanjutkan Gebrakan Rahayu
Kader TIDAR yang hadir pada Kongres IV PP TIDAR saat itu datang dari 38 Propinsi se-Indonesia. Sembilan Pengurus Luar Negeri (PLN) pun berangkat dari berbagai belahan dunia: Rusia, Prancis, Turki, Jerman, Singapura, Belanda, Malaysia, Inggris, dan Australia. Mereka bermufakat Rahayu Saraswati Djojohadikusumo kembali memimpin TIDAR periode 2025-2030.
Demokrasi rupanya bukan hanya tentang suksesi kepemimpinan, tapi juga soal memertahankan pemimpin yang memang berprestasi. Kader TIDAR peserta kongres pun menitipkan harapan dan memberi dukungan bagi Rahayu melanjutkan periode kedua agar pencapaian TIDAR di Pemilu 2029 nanti makin meningkat.
Pada periode pertamanya Rahayu berhasil membangkitkan TIDAR. Perlahan tapi pasti, selain di seluruh wilayah Indonesia, TIDAR kini telah hadir di berbagai negara. Selain itu, pada Pilpres, Pileg dan Pilkada 2024 lalu, kader TIDAR telah mencetak torehan sejarah dengan berkontribusi nyata bagi Partai Gerindra dan kemenangan Prabowo Subianto.
Ada total ratusan kader TIDAR yang kini menjadi anggota legislatif: DPR RI, DPRD Propinsi, Kabupaten, dan Kota se-Indonesia. Ada beberapa pula yang terpilih menjadi kepala daerah. Di masa Pemilu 2024 lalu, kader TIDAR juga tercatat tersebar dan menjadi penggerak di berbagai tim pemenangan, mulai dari TKN, Bappilu, hingga tim relawan dan tim sukses lainnya.
Kontribusi dan pencapaian TIDAR pun mendapatkan apresiasi dari Prabowo. “Saya percaya bahwa TIDAR telah membuktikan kali ini dengan demikian banyak kader-kadernya yang sudah muncul di mana-mana,” kata Prabowo. Akan tetapi, pencapaian kuantitatif TIDAR kiranya perlu beriringan juga peningkatan secara kualitatif.
Untuk apa sebenarnya politik? Pesan Prabowo, “Siapapun yang ingin perbaiki bangsa, siap terjun ke kancah politik, karena di situlah bisa mendapat wewenang, mendapat otoritas, mendapat kekuasaan yang sah.” Pesan itu telah berkali-kali Prabowo sampaikan. Politik adalah medan perjuangan untuk kebaikan rakyat, pengabdian kepada bangsa dan negara. Bukan sekedar politisi, tapi pejuang politik.
Jika dalam pidatonya Prabowo bercerita tentang para Pejuang Pendiri Bangsa yang muda belia namun ditakdirkan menjadi dewasa oleh keadaan, maka pencapaian kualitatif kader TIDAR dapat dengan meningkatkan kesadaran politik yang dibasiskan oleh Prabowo. Hidup sekali, hiduplah berarti. Untuk itulah, kiprah TIDAR ke depan hanya akan bermakna ketika ia berkontribusi pada upaya mengawal pembangunan bangsa dan negara.
Mengawal Pemerintahan Prabowo
Prabowo percaya bahwa untuk menjadi negara unggul bukan dengan cara meminta belas kasihan dari negara lain, tapi dengan membangun kekuatan sendiri dan berdikari. Sebuah visi kenegaraan yang tentu saja mengusik negara-negara besar yang memang gemar mengkondisikan Indonesia agar senantiasa tertinggal dan terpuruk di kancah internasional.
Mimpi Prabowo sesungguhnya terlalu besar bagi pecundang dan komprador yang selalu menghembuskan pesimisme dalam perjuangan kita ke depan. Dan kita tahu nasib beberapa pemimpin di berbagai negara, seperti di Timur Tengah, yang pernah mempimpikan hal yang sama. Penuh resiko aral melintang.
Kabinet Merah-Putih yang Presiden Prabowo pimpin merumuskan visi “Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045”. Visi itu dicapai dengan mewujudkan delapan misi yang disebut Astacita. Kepengurusan PP TIDAR Periode 2025-2030 harus memastikan terwujudnya Astacita. Guna mewujudkan hal itu, setidaknya ada empat hal yang kiranya dapat diupayakan oleh kepengurusan ke depan.
Pertama, mengawasi kinerja kabinet Pemerintahan Prabowo. TIDAR sebagai anak kandung Partai Gerindra dapat segera melaporkan ke Presiden oknum-oknum yang justeru mencederai kinerja Pemerintah. Saat ini Presiden tengah berbagai program dan membuat kebijakan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia, seperti program unggulan Makan Bergizi Gratis.
Dalam sebuah pidatonya Sekjend TIDAR Rocky Candra pernah katakan, “Jadilah tangan, mata, dan telinga bagi Pak Prabowo di daerah-daerah. Kawal dan awasi berjalannya program dan kebijakan pemerintah di daerah-daerah.” Dengan kata lain, kader TIDAR dapat memposisikan diri sebagai auditor internal untuk mengawasi oknum-oknum yang menjadi benalu di tubuh Pemerintahan.
Kedua, menggalakkan kampanye di medsos dengan akun organik. Pada 6 April 2025 lalu, saat mengumpulkan tujuh pimred media, salah satu pimred yang hadir menyinggung Prabowo karena dinilai kurang menggunakan buzzer. Prabowo tertawa. “Apa sih buzzer?” ujarnya. Menurut Prabowo hal itu tidak perlu. Biarkan rakyat menilai. Akan tetapi, mengingat massifnya pemberitaan yang disinformatif terhadap pemerintahan Prabowo, hal ini kiranya perlu menjadi catatan bagi Kader TIDAR.
Banyak manfaat dan kebaikan program Pemerintah yang dirasakan langsung oleh masyarakat, terutama kalangan bawah. Hal ini perlu disebarkan luas guna mengimbangi pergerakan beberapa media besar yang diduga kredibel ternyata merupakan dedengkot disinformasi dan gemar memancarkan kebencian terhadap Pemerintah.
Mereka, dengan dalih kebebasan berpendapat, gencar memproduksi berita dengan framing tertentu, dan kerap berupaya menentukan selera intelektual dan humor publik untuk melegitimasi Pemerintah. Dalam konteks ini, medsos menjadi semacam berkah tersendiri agar publik tidak serta merta tercekoki berita selera redaksi. Medsos adalah interupsi atas arogansi media konvensional.
Ketiga, merayakan keberagaman. Menggemakan politik inklusif juga agenda yang perlu terus dikawal. Arah politik inklusif harus melampaui jargon toleransi berbasis identitas. Ia perlu ditingkatkan pada level merangkul seluruh elemen anak bangsa lintas kelas, hingga berujung pada pudarnya pengunggulan uang di atas politik.
Arah politik inklusif seperti ini kiranya dapat meredam hiruk pikuk politik Indonesia yang dinilai berkutat di seputar mengisi perut (epithumia) dan berebut kuasa (thumos). Pada gilirannya, semangat politik para Pejuang Pendiri Bangsa pun dapat kita hadirkan kembali dalam merawat Indonesia di era kiwari.
Keempat, mendorong upaya “saintifikasi politik”. Tentu saja sains dan teknologi tidak punya kapasitas dan kemampuan menjadikan politik bekerja secara mekanistik-deterministik. Istilah saintifikasi politik di sini maksudnya adalah agar politik yang bekerja dalam ruang gelap dan tertutup harus disinari oleh sains dan teknologi yang punya karakter rasional, obyektif, empirik dan akumulatif. Selain tentu saja efektif dan efisien.
Sehingga diharapkan dapat menaikkan kualitas perpolitikan kita di Indonesia. Titik terjang dalam upaya ini adalah kebijakan. Agar politik bekerja secara positivistik-objektif dalam membuat kebijakan publik dan berbagai peraturan perundang-undangan.
Prabowo memang berhak mengoreksi anak didiknya di TIDAR yang menggemakan “Prabowo Dua Periode”. Dan kader-kader TIDAR juga seyogyanya perlu memahami bahwa yel-yel tersebut bukan sekadar pekikan semangat, melainkan janji diam yang menuntut pembuktian. Ia adalah penantian panjang yang hanya layak disuarakan kembali jika setiap kader TIDAR bekerja tanpa henti menjaga keberhasilan pemerintahan Presiden Prabowo. Tidak cukup hanya dengan loyalitas emosional.
Apa yang dibutuhkan adalah dedikasi fungsional: mengawal kebijakan, merawat kepercayaan rakyat, dan memastikan Astacita Presiden benar-benar menyentuh kehidupan wong cilik. Baru ketika keberhasilan itu nyata dan terasa, barulah yel-yel itu pantas kembali menggema, bukan sebagai harapan, tapi sebagai hak. (RaKa)
Penulis
Rahmat Kamaruddin
Steering Committe Kongres IV PP TIDAR
Wasekjend PP TIDAR 2022-2025