Karya Indonesia, Banten – Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Banten memberikan apresiasi terhadap perhatian Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten dalam menangani anak-anak bermasalah.
Namun, Komnas PA menekankan bahwa pendekatan pembinaan harus tetap menjunjung tinggi prinsip perlindungan hak anak sesuai dengan amanat undang-undang.
Ketua Komnas PA Banten, Hendry Gunawan , dalam keterangannya di Kota Serang, Senin (20/5/2025), mengatakan bahwa rencana Pemprov Banten untuk membawa anak-anak bermasalah ke barak militer sebagai bentuk pembinaan perlu dikaji lebih mendalam agar tidak bersifat represif atau seragam.
“Pembinaan terhadap anak harus berlandaskan pendekatan perlindungan anak, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) , yang menempatkan kepentingan terbaik bagi anak sebagai prinsip utama,” ujar Hendry.
Enam Poin Kunci untuk Efektivitas Program
Hendry menegaskan pentingnya enam poin pertimbangan sebelum program pembinaan dijalankan, yaitu:
Penguatan peran lembaga pembinaan : Lembaga yang terlibat harus memiliki kapasitas dan kompetensi dalam menangani anak bermasalah.
Asesmen psikologis yang komprehensif : Setiap anak harus melalui proses asesmen untuk memahami kondisi psikologis, sosial, dan latar belakang mereka.
Pendekatan berbasis budaya lokal Banten : Program pembinaan harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya lokal agar lebih relevan dan efektif.
Partisipasi aktif anak sebagai subjek pembinaan : Anak-anak harus dilibatkan dalam proses pembinaan sebagai subjek, bukan objek.
Pelibatan keluarga melalui edukasi parenting : Keluarga harus diberdayakan melalui program edukasi parenting untuk memperbaiki pola asuh.
Monitoring lanjutan pasca-pembinaan : Diperlukan dukungan berkelanjutan untuk memastikan rehabilitasi berhasil, termasuk akses pendidikan dan keterampilan.
“Anak-anak yang akan dibina harus terlebih dahulu melalui proses asesmen psikologis yang komprehensif. Hal ini penting agar pendekatan pembinaan dapat disesuaikan dengan kebutuhan individual anak, bukan disamaratakan,” katanya.
Peran Keluarga dalam Penyelesaian Masalah
Komnas PA juga menyoroti pentingnya peran keluarga dalam menangani anak bermasalah. Menurut Hendry, lemahnya pola asuh keluarga sering kali menjadi akar permasalahan kenakalan remaja.
“Pembinaan juga perlu diberikan kepada orang tua melalui program edukasi parenting, baik melalui Puspaga di bawah DP3AKKB maupun LK3 milik Dinas Sosial ,” kata Hendry.
Edukasi parenting bertujuan untuk meningkatkan pemahaman orang tua tentang cara mendidik anak dengan bijak, sehingga dapat mencegah terjadinya masalah di masa depan.
Monitoring Pasca-Pembinaan
Selain itu, Komnas PA menilai bahwa monitoring pasca-pembinaan sangat penting untuk memastikan proses rehabilitasi berjalan berkelanjutan. Monitoring ini mencakup dukungan terhadap pendidikan formal dan non-formal, pelatihan keterampilan, serta reintegrasi sosial anak ke dalam masyarakat.
“Setelah pembinaan, anak-anak harus mendapatkan dukungan berkelanjutan agar mereka dapat kembali ke lingkungan dengan bekal yang memadai. Ini adalah bagian dari tanggung jawab kita bersama,” tegasnya.
Tanggapan atas Usulan Wagub Banten
Sebelumnya, Wakil Gubernur (Wagub) Banten, A Dimyati Natakusumah , mengusulkan agar anak-anak yang terlibat tawuran dan tindakan kenakalan remaja lainnya dibina melalui sistem asrama, termasuk memanfaatkan fasilitas militer seperti Kopassus atau Brimob , guna membentuk karakter dan kedisiplinan.
Namun, usulan ini menuai sorotan dari berbagai pihak, termasuk Komnas PA, yang khawatir pendekatan militeristik dapat melanggar hak-hak anak. Hendry menekankan bahwa pendekatan pembinaan harus berfokus pada rehabilitasi sosial dan psikologis, bukan penegakan disiplin secara keras.
“Kami percaya bahwa pendekatan yang komprehensif, partisipatif, dan berbasis hak anak, akan lebih efektif dan berkelanjutan dalam membangun masa depan anak-anak Banten yang lebih baik,” ujarnya.
Langkah Tindak Lanjut
Sebagai tindak lanjut, Komnas PA Banten berencana melakukan audiensi dengan Gubernur Banten dan mendorong pembentukan forum lintas sektor. Forum ini akan menyusun sistem pembinaan yang sesuai dengan konteks sosial budaya Banten dan prinsip perlindungan anak.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan stakeholder lainnya untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar berpihak pada kepentingan terbaik anak,” tutup Hendry.